Label

Minggu, 15 April 2012

Kabar Ende Lio Sangatta


Alamak! Eloknya Danau Kelimutu di Flores

Oleh: Putri Rizqi Hernasari - detikTravel Minggu, 25/03/2012 07:54:00


Di balik warnanya yang berubah-ubah, Danau Kelimutu menyimpan banyak keindahan alam lewat pegunungan hijau di sekitarnya. Datanglah saat sunrise, Anda pun bisa menyaksikan suasana terindah di Kelimutu.

Masih ingat danau tiga warna yang pernah ada di uang pecahan lima ribu rupiah? Ya, itulah Danau Kelimutu. Danau cantik yang terdapat di Nusa Tenggara Timur tersebut, semakin memesona karena bisa berubah warna.

Nusa Tenggara Timur punya objek wisata yang mengagumkan. Danau Kelimutu di Kabupaten Ende salah satunya. Danau yang terdapat di Gunung Kelimutu ini sebenarnya adalah tiga kawah di puncak gunung. Tetapi, karena bentuknya mirip danau, membuat kawah ini disebut dengan Danau Kelimutu. Danau Kelimutu sedikit berbeda dengan danau lainnya, karena warna yang dimiliki.

Dari buku panduan pariwisata Kemenparekraf, Danau Kelimutu dapat berubah warna. Inilah keistimewaannya. Warna air yang bisa berubah-ubah terjadi akibat adanya pembiasan cahaya matahari. Selain itu, adanya mikro biota air dan pantulan warna dinding danau semakin mendukung perubahan warna sang danau.

Tidak pernah diketahui kapan pertama kali danau ini ditemukan, tetapi yang pasti danau ini memiliki tiga warna yang terkenal. Tiga warna yang dimiliki danau tersebut adalah merah, putih dan biru.

Danau Kelimutu sendiri terdiri dari tiga buah danau yang berada di puncak Gunung Kelimutu. Masing-masing danau memiliki namanya sendiri, yaitu Tiwu Ata Mbupu (danau orang tua), Tiwu Nua Muri Ko’o Fai (danau muda-mudi), dan Tiwu Ata Polo (danau tukang tenung).

Pada tahun 1915, Danau Tiwu Ata Mbupu memiliki warna merah darah. Sedangkan Danau Tiwu Nua Muri selalu mengalami perubahan warna dari tahun ketahun. Tercatat, danau ini pernah berwarna hijau zamrud, putih, biru dan hijau muda. Untuk Danau Tiwu Ata Polo, pernah mengalami perubahan warna dari putih, hijau, biru, merah dan cokelat kehitaman.

Tiwu Ata Polo dan Tiwu Nua Muri hanya dipisahkan dinding terjal selebar 15-20 meter. Dinding ini dahulunya bisa dilalui orang tetapi sekarang dinding semakin menipis dan hampir lenyap akibat peristiwa vulkanik berupa letusan dan gempa.

Jika datang  ke danau ini,  sekitar 300 meter di sebelah barat Tiwu Nua Muri Anda bisa melihat Tiwu Ata Mbupu. Menurut masyarakat setempat, danai ini adalah tempat bersemayamnya arwah para leluhur. Setelah meninggal, arwah tersebut akan pindah ke puncak Kelimutu untuk selamanya.

Bila ingin menikmati keindahan Danau Kelimutu, sebaiknya Anda datang subuh-subuh sebelum matahari terbit. Selain bisa menikmati keindahan sunrise di Gunung Kelimutu, sekitar pukul 09.00 WIT, kabut telah menutupi permukaan danau. Anda jadi tidak bisa menikmati keindahannya.

Untuk mencapai tempat ini, pengunjung bisa berangkat dari Kupang menggunakan pesawat menuju Kota Ende, Flores, dengan waktu tempuh sekitar 40 menit. Begitu tiba di Ende, Anda bisa melanjutkan perjalanan dengan  angkutan umum berupa mini bus menuju Desa Kaonara. Jarak dari Kota End eke Desa Kaonara adalah sekitar 93 km dan memakan waktu tempuh mencapai 3 jam.

Eits tunggu dulu, perjalanan Anda belum selesai sampai sini. Pengunjung masih harus melanjutkan perjalanan ke puncak Gunung Kelimutu dengan berjalanan kaki sepanjang 2,5 km. Meskipun jauh, pengalaman dan keindahan alam yang disajikan Danau Kelimutu akan melunturkan segala lelah Anda.

Danau Kelimutu_Ende_Flores_NTT


Menunggu Danau Kelimutu Berubah Tiga Warna

Kamis, 23 Februari 2012 - 19:32 wib
Pasha Ernowo - Okezone


SEBAGIAN dari Anda sudah pernah menjajal trekking ke Danau Kelimutu, namun sebagian mungkin masih bermimpi untuk mengunjunginya. Danau tiga warna yang terletak di puncak Taman Nasional Kelimutu ini merupakan salah satu destinasi unggulan yang diusung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada 2012.

Taman Nasional Kelimutu merupakan taman nasional terkecil dari enam taman nasional di Bali dan Nusa Tenggara. Akan tetapi, ukurannya tidak begitu penting ketika Anda menyaksikan keindahan alam yang ditawarkan taman nasional ini.

Di sini terdapat tiga danau yang terletak di puncak Gunung Kelimutu, dengan nama yang sama dan populer dikenal sebagai Danau kelimutu. Setiap danau memiliki warna dan arti masing-masing. Ketiga danau itu diyakini merupakan tempat bersemayam roh-roh dan diyakini memiliki kekuatan alam yang sangat dahsyat.

Menurut Wikipedia, Danau Kelimutu dipopulerkan seorang warga Belanda bernama Van Such Telen pada 1915. Keindahannya semakin dikenal luas setelah Y. Bouman melukiskan keindahan dan perubahan warna air danau tersebut dalam tulisannya pada 1929.

Apabila ingin mencapai lokasi danau, Anda dapat memulainya dari Moni, kota kecil yang merupakan basecamp para backpacker. Pemandangan indah di sepanjang jalan menuju lokasi danau sangatlah indah. Danau paling barat bernama Tiwu Ata Mbupu yang berarti ‘danau  jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal’. Danau yang berada di tengah disebut Tiwu Nuwa Muri Koo Fai atau ‘danau untuk jiwa muda-mudi yang telah meninggal’. Sementara danau paling timur disebut Tiwu Ata Polo atau ‘danau untuk jiwa-jiwa yang selalu melakukan kejahatan’. Warna ketiga danau tersebut selalu berubah-ubah.

Ada danau lain di dunia ini yang dapat berubah warna seperti Danau Biru di Gunung Gambier, Australia Selatan, dengan perubahan warna biru menjadi abu-abu dan dapat diprediksi. Ada pula Danau Yudamari di Gunung Nakade, Jepang, yang berubah dari warna hijau toska menjadi hijau.

Perubahan warna air Danau Kelimutu sendiri tidak dapat diprediksi. Kadang-kadang, warnanya biru, hijau, dan hitam sedangkan di lain waktu bisa berwarna putih, merah, dan biru, lalu beberapa waktu kemudian berwarna coklat tua.

Secara ilmiah perubahan warna Danau Kelimutu merupakan faktor kandungan mineral, lumut, dan batu-batuan di dalam kawah dan pengaruh cahaya matahari. Para ilmuwan yakin bahwa danau ini terbentuk dari erupsi gunung vulkanik pada zaman purba. Fenomena ini telah menarik perhatian para ahli geologi karena keberadaan danau yang memiliki tiga warna yang berbeda namun berada di gunung yang sama ini. Masyarakat lokal Moni yakin bahwa orang-orang yang tinggal di sekitar danau telah berbuat jahat hingga danau mengalami perubahan warna. Demikian seperti dilansir Indonesia Travel.

Masyarakat lokal yakin bahwa danau ini merupakan tempat jiwa orang yang sudah meninggal beristirahat. Area Kelimutu dikelilingi hutan yang ditumbuhi beragam tumbuhan yang jarang ditemukan di tempat lain di Flores. Selain pohon pinus, terdapat juga tumbuhan paku, tumbuhan marga Casuarina, redwood, dan bunga edelweiss.

Hutan pinus tumbuh subur di ketinggian Gunung Kelimutu. Area lain dari gunung ini tandus dengan pasir dan tanah yang tidak stabil. Masyarakat setempat yakin bahwa Gunung Kelimutu merupakan gunung kramat dan merupakan sumber kesuburan bagi tanah di sekitarnya.

Untuk melihat keindahan tersebut, Anda dapat melakukan perjalanan dengan mobil sewaan berkapasitas tujuh kursi dapat membuat Anda terhibur dengan pemandangan mengesankan disepanjang jalan selama beberapa jam. Perjalanan berliku yang menghubungkan pulau sepanjang 350 kilometer ini bagaimanapun juga merupakan harga yang pantas untuk keindahan panorama Flores yang patut untuk diperbincangkan.
(ftr)

Ikatan Keluarga Ende Lio Sangatta

on picture...

Pengukuhan Ikatan Keluarga Ende Lio Sangatta Periode 2012-2015

lahir dari sebuah kebersamaan ditengah keberagaman masyarakat kutai timur, ikatan keluarga ende lio, flores, nusa tenggara timur, membangun jati diri bersama dalam rangka mengambil peran dan mengisi pembangunan di kabupaten kutai timur

"kalian adalah orang kutai timur yang berasal dari ende lio".......sebuah pernyataan bermakna dari bupati ende, bapak drs. don wangge, m.si. dalam sambutan sesaat setelah pengukuhan ikel sangatta pada sabtu, 14 april 2012


barisan penari "wedho wanda" untuk penyambutan tamu mengiringi kedatangan Bupati Ende (Drs. Don Bosko M. Wangge, M. Si dan Wakil Bupati Kutai Timur (Ardiansyah Sulaiman) serta Wakil Ketua DPRD Kutai Timur dalam rangka pengukuhan pengurus ikatan keluarga ende lio di sangatta-kutai timur tanggal 14 april 2012

para penari berfoto bersama sesaat sebelum upacara penyambutan di lapangan kabo jaya-sangatta-kutai timur,  pada hari sabtu, 14 april 2012

ki-ka: wakil bupati kutai timur (ardiansyah sulaiman), bupati ende (don  m. wangge) dan ibu bupati, serta wakil ketua dprd kutai timur (mahyunadi) disambut dengan tarian tradisional ende lio pada acara pengukuhan ikatan keluarga ende lio sangatta-kutai timur, tanggal 14 april 2012
penari dayak kenyah dalam acara pengukuhan ikel sangatta, menunjukan sebuah kebersamaan dalam keberagaman di kabupaten kutai timur

wedho wanda untuk penyambutan, mengiringi bupati don dan wabub ardiansyah menuju tempat acara

tari perang dalam tradisi suku dayak di kalimantan timur pada acara pengukuhan ikel sangatta tanggal 14 april 2012

Pengukuhan Pengurus IKEL Sangatta


Pengurus IKEL Sangata Periode 2012-2015
Bertempat di Lapangan Kabo Jaya, pengurus IKEL Sangatta dikukuhkan. Lebih seribu orang menghadiri acara pengukuhan IKEL Sangatta oleh Bupati Ende, Bapak Drs. Don M. Wangge, M. Si., dengan disaksikan oleh Wakil Bupati Kutai Timur, Bapak Ardiansyah Sulaiman.

Pengalungan selendang panjang (Luka dalam bahasa Lio) serta Wedho Wanda yang diiringi dengan irama Nggo Wani, seolah mengiringi lemah gemulainya gerakan tari yang dilakukan oleh para perempuan Ende Lio menyambut kedatangan Bupati Ende, Wakil Bupati Kutai Timur dan Wakil Ketua DPRD Kutai Timur.

Pengukuhan IKEL Sangatta oleh Bupati Don M. Wangge
Sebuah awal indah untuk membangun kebersamaan dalam keberagaman ditanah perantauan bernama Kutai Timur. Hal tersebut ditunjukan pula dengan terlibatnya para penari dari Suku Dayak Kenyah yang mempertontonkan sebuah tarian perang dihadapan para tamu. Beda itu indah.....sebuah kalimat pendek yang pantas untuk dimaknai secara dalam bagi siapa saja, termasuk warga Kutai Timur yang berasal dari Ende Lio.

Sebelum pengukuhan, dibacakan surat keputusan pengukuhan pengurus IKEL Sangatta periode 2012-2015, yang selanjutnya dilakukan pengucapan janji untuk menjalankan organisasi tersebut secara baik dan bertanggung jawab.

Wabub Kutai Timur (Ardiansyah Sulaiman)
Pada kesempatan yang sama, juga ditandatangani Berita Acara Pengukuhan IKEL Sangatta oleh Bupati Ende, Don M. Wangge dan Wakil Bupati Kutai Timur, Ardiansyah Sulaiman serta Ketua IKEL Sangatta, Yulius Marselius Sengga.

Sementara itu, pada malam hari, dilanjutkan dengan acara ramah tamah serta gelar budaya dan juga dihadiri oleh Wakul Bupati Kutai Timur, dan acara gelar budaya diawali dengan tarian perang dari warga Lamaholot, Kabupaten Flores Timur, kemudian kesenian tingkilan dan tari Jepen dari warga Kutai, serta penampilan para penyanyi yang menyanyikan lagu-lagu daerah Ende Lio.

Bupati Ende, juga tidak mau ketinggalan dengan warga lainnya, akhirnya turut menyumbangkan suaranya serta menyanyikan sebuah lagu lama berjudul "ana sai nabe".


Keberadaan IKEL Sangatta serta kunjungan Bupati Ende ke Kutai Timur, telah membawa sebuah semangat baru bagi warga Ende Lio dan NTT di perantauan, dan untuk hal ini, Bupati Don Wangge merupakan pemimpin pertama dari NTT yang mengunjungi Kutai Timur.

IKEL Sangatta, telah lahir, semoga terus bertumbuh dalam kebersamaan diatara keragaman yang ada sekaligus sebagai wadah pemersatu bagi seluruh warga Kutai Timur yang berasal dari Ende Lio pada khususnya serta NTT pada umumnya.




Hari Ini Pelantikan Pengurus Paguyuban Ende di Kutai Timur

Tribun Kaltim - Sabtu, 14 April 2012 08:29 WITA

SANGATTA, tribunkaltim.co.id-  Hari ini, Sabtu (14/4/2012), Pengurus DPD Ikatan Keluarga Ende Lio (IKEL) Kabupaten Kutai Timur periode 2012-2015 dijadwalkan akan dilantik. Prosesi pelantikan akan dipimpin langsung oleh Bupati Ende, Don Bosco M Wangge, yang datang bersama Istri dan rombongan.
Informasi dari panitia, Wilhelmus, Jumat malam dilaksanakan dialog bersama warga NTT di Gang Nusantara, Desa Teluk Lingga. "Sabtu pagi rencananya dilaksanakan anjangsana ke PT Kaltim Prima Coal, Sabtu sore dilaksanakan pelantikan pengurus di Kabo Jaya, dan ditutup pentas seni pada malam harinya," katanya.
Bupati Kutai Timur, Isran Noor, bersama jajaran pejabat Pemkab Kutim dijadwalkan hadir dalam acara pelantikan tersebut. Pengurus DPD IKEL yang akan dilantik diketuai oleh Yulius Marselus Sengga.
Bupati Ende, Don Bosco M Wangge, berpesan agar pengurus dan warga Ende senantiasa bekerja dengan giat, menjaga agar Kutim tetap aman dan tertib, serta memberikan kontribusi yang terbaik untuk Kutai Timur.

Penulis : Kholish Chered
Editor : Fransina

Jumat, 02 Maret 2012

UNDANGAN BUPATI AND JADWAL ACARA


Kepada Yth.,
BUPATI ENDE,
Bpk, DRS. DON BOSCO M. WANGGE Msi
Di –
E N D E

Salam sejahtera,
Teriring do’a semoga Bapak senantiasa dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam rangka pelantikan pengurus Ikatan Keluarga Ende Lio Kutai Timur  ( IKEL ), Propinsi Kalimantan Timur, tanggal, 14 APRIL 2012., kami akan melaksanakan seremoni pelantikan Organisasi IKEL yang berdiri di Sangatta, ibu kota kabupaten Kutai Timur, dan silaturahmi Bupati dan Ketua DPRD Ende, dengan tokoh dan warga Ende Lio Kaltim.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka kami mengundang sudih kiranya bapak turut hadir dalam acara tersebut, sebagai Tokoh Ende Lio yang sekaligus menjabat sebagai Bupati Ende.
Demikian surat undangan ini kami sampaikan, dengan harapan bapak dapat hadir sebagai bentuk motifasi dan dukungan pada organisasi sosial Paguyuban di kota Sangatta, dan kami menyampaikan terima kasih atas kesediaan bapak.

Sangatta, 1, Maret 201
PANITIA PELANTIKAN IKATAN KELUARGA ENDE LIO SANGATTA



ALFONS NDIKO                                                                                    EDI HARKONO
KETUA PANITIA                                                                                         SEKERTARIS


Mengetahui
PENGURUS IKATAN KELUARGA ENDE LIO KUTAI TIMUR


YULIUS MARSELUS SENGGA
KETUA








Jadwal Acara
Tanggal 13 April 2012, pukul 19.00 s/d selesai      :   
v  Silahturahmi tokoh NTT dan BUPATI serta KETUA                   DPRD ENDE (tentative)

Tanggal 14 April 2012, pukul 08.00 s/d 12.00       :
v  Anjangsana PT KPC (masih dalam konfirmasi)

Tanggal 14 April 2012, pukl 17.00 s/d selesi         :
v  Pelantikan Pengurus IKATAN KEULARGA ENDE LIO KUTAI TIMUR oleh Bupati Kutai Timur, dilanjutkan rama tamah dengan masyarakat Ende Lio Kutai Timur

Susunan Acara, Pelantikan
01.  Pembukaan oleh Pembawa Acara
02.  Menyanyikan lagu Indonesia Raya
03.  Menyanyikan Mars IKEL sangatta
04.  Laporan Ketua Panitia
05.  Sambutan Sesepuh NTT
06.  Sambutan Ketua DPRD ENDE
07.  Sambutan Bupati Ende
08.  Sambutan Bupati Kutai Timur
09.  PELANTIKAN
10.  Penandatanganan Berita Acara Pelantikan
11.  Lagu Persembahan Ende Lio Voice
12.  Sambutan Ketua IKEL KUTIM
13.  Ramah Tamah
14.  Penutup



Penanggung jawab acara
Sie, Acara

Rabu, 29 Februari 2012

MENCICIPI KACANG METE KELAS DUNIA DI WOLOWARU ENDE LIO

Musim panen jambu mete di Pulau Flores seolah sebuah pesta yang baru saja selesai. Permukaan tanah ditutupi ribuan jambu mete jatuh di atasnya tak sempat ditampung petani yang kewalahan memanennya. Flores tak hanya mahsyur karena kakao, kemiri, kopra, kayu manis, mangga, atau kelapa, karena jambu mete pun tumbuh subur di atas tanahnya yang kerontang ditingalkan hujan selama 10 bulan.
Di berbagai desa sepanjang jalan Lintas Flores nampak jelas pohon ini menjadi bagian dari tanaman penghasil sekaligus pelindung yang tumbuh di halaman rumah. Lihatlah di atas tanah yang tak jauh dari pohonnya, buah jambu mete bertaburan seolah tak lagi mampu dimanfaatkan karena begitu melimpah.
Morfologi pulau Flores yang unik telah menjadikan hujan hanya singgah selama 2 bulan saja dalam setahun. Mungkin justru karena karakter tanahnya sehingga kacang mete yang merupakan biji yang menyembul dari buah jambunya terasa lebih kering dan renyah. Ada rasa seperti kerupuk gurih yang terus ingin dihaluskan di dalam mulut.
Semua itu bisa didapatkan menjadi makanan berselera setelah melalui proses pengolahan kacang mete di Wolowaru, sekitar 65 kilometer dari Kota Ende. Desa ini mungkin tidak lebih populer dari Moni yang hanya terpisah jarak sekitar 30 kilometer ke arah bukit yang menanjak. Tapi di desa ini, kacang mete menemukan tempat persinggahannya sebelum diekspor ke berbagai kota di Indonesia, bahkan ke luar negeri.
Kualitas kacang mete dari Wolowaru sungguh tak usah dipertanyakan lagi. Jenis kacangnya sudah tepilih dari pengelompokan kacang organik dan non-organik. Biji jambu mete yang diolah hanya yang jatuh dari pohon. Terlihat bahwa proses seleksi bahan bakunya pun dibantu oleh alam.
Badan sertifikasi yang datang dari Eropa setiap tahunnya akan tahu pasti mana yang jatuh dari pohon dan mana yang dipetik. Pemetikan sudah pasti menyalahi proses seleksi. Semua ini adalah proses ketat karena pasar Eropa menuntut kualitas prima.
Masyarakat Eropa seperti Jerman, Swiss, Belgia, dan Perancis, serta Amerika Serikat, Jepang, Singapura, dan Australia mengakui bahwa kacang mete Flores adalah produk terbaik, jauh lebih baik dari Afrika dan India.
Harga bahan baku kacang mete organik yang baik tentu lebih tinggi dari non-organik. Satu kilo kacang mete organik olahan yang sudah dikemas dibumbui dan siap maka harganya jauh lebih tinggi di pasaran. Sebagai gambaran, per kilo paket kacang mete siap makan bisa mencapai Rp 140.000.
Seorang warga dari Jawa Timur bernama Cahyo melihat peluang ini dan ia merintis usaha pengolahan kacang mete di Wolowaru. Dengan menampung kacang mete dari pemasok seluruh pulau Flores, terutama dari perkebunan jambu mete di Ile Padung, Larantuka, Cahyo memanfaatkan lahan yang tidak terlalu luas sebagai industri rumah tangganya. Kacang mete yang masih terbalut kulitnya yang keras dijemur di lantai berpermukaan semen tempat memarkirkan motor dan menyimpan pot-pot bunga. Dari tepi jalan, tempat ini hampir tak nampak karena dibentengi warung kelontong dan rumah makan bernama Warung Jawa Timur.
Sebuah ruangan berjendela di belakang warung dipadati karung berisi kacang mete yang sudah kering dan siap dipecah kulitnya. Berjejal dengan karung, meja menghadap dinding tembok dipadati hampir selusin pekerja yang bekerja berdasarkan tugas masing-masing. Di antara mereka ada yang mengayunkan tuas pemecah kulit kacang mete dan yang lain bertugas membersihkan kacang yang sudah dikuliti.
Proses pembelahan kacang, pemilahan, serta pembersihan melalui beberapa tahap. Dari pembersihan awal hingga finishing, seolah membuat benda kecil yang sangat berharga. Sarung tangan plastik dan penutup mulut dikenakan pegawainya sehingga pasti tidak adakontaminasi dalam mengemasnya. Asyiknya, pengunjung bisa melihat semua proses ini termasuk mengikuti uji rasa.
Proses ini memang panjang karena sudah ditetapkan oleh badan inspeksi dan sertifikasi dari Swiss yang khusus memeriksa pengolahan kacang mete yang disebut IMO (International Marketecotologi). Setiap tahun, badan ini datang dan memeriksa semua proses termasuk bahan dasar dan fasilitas.
Selain Wolowaru mendapat sertifikat IMO, perkebunan di Ilepadung, Larantuka pun bersertifikasi sejak 2005. Bila keterlibatan badan khusus sudah ada dalam bagian proses pengolahan maka tak perlu ragu bahwa kacang mete Flores, khususnya pengolahan di Wolowaru adalah makanan yang sudah pasti bermutu tinggi.
Faktanya, kacang mete memang mengandung beberapa komponen nutrisi yang sangat berguna bagi tubuh. Mengkonsumsi kacang mete membantu meningkatkan daya tahan tubuh karena terdapat 33 persen angka kecukupan gizi (AKG) pada elemen zinc. Selain itu, kacang mete dapat mengurangi perasaan depresi karena ada asam amino tryptophan yang dapat mengatasi rasa sedih dan meningkatkan sensasi semangat. Kacang mete juga dapat melindungi penuaan kulit serta mengurangi risiko gigi berlubang.
Secara ekonomi, usaha pengolahan kacang mete ini telah menyerap banyak tenaga kerja dan menjadi sumber pendapatan rumah tangga bahkan daerah. Tak pelak, sebuah organisasi pembangunan masyarakat lokal turut serta membantu usaha ini guna meningkatkan perekonomian masyarakat Flores pada umumnya.

Selasa, 28 Februari 2012

Ketika Suku Lio Kembali ke Huma

Liputan6.com, Ende: Suku Lio di Tanah Persekutuan Lisa Tana Telu di Desa Wololele A, Kabupaten Ende, Nusatenggara Timur, masih memelihara keramahannya. Buktinya, sebuah upacara yang disebut simo ata mangulao atala jalawa, senantiasa digelar ketika mereka kedatangan seorang tamu dari jauh. Pun demikian sewaktu tim Potret SCTV menyambangi perkampungan mereka di Kecamatan Lio Timur.
Di antara tarian wa`do nggo wani, mereka mengalungkan selembar kain tenun khas Ende yang dinamakan luka. Keramahan ini adalah pertanda warga desa tersebut menerima dengan sukacita. Bila datang pada saat yang tepat, pengunjung dapat menyaksikan upacara penanaman bibit padi atau disebut Tedo Pare Uma Nggua.
Lantunan untaian kalimat sarat religi pun menyeruak. Mea nosi leka wangge mbete. Ka rue sai bobo wangge mbete ina. Tedo tembu wesa wela, gaga boo kewi ae peni nge wesi nuwa wee. Pati do ka ina tii do ru'e ina. Wii sia tedo kema uma ria. Hoe sai beu-beu rago sai. Bewa-bewa ana he tekuku. Untaian itu mengartikan bahwa mereka mempersilakan leluhur menerima sajian. Mereka sekaligus bersyukur karena musim tanam sudah dimulai. Mereka berharap pula agar tanaman tumbuh subur sehingga bisa dipanen.
Penghormatan terhadap tamu juga disimbolkan dengan pemberian sirih dan pinang atau paneka. Disajikan pula minuman khas suku Lio yang disebut mokke di Sao Ria atau rumah adat. Dan sembari menikmati mokke, pelaksanaRia Bewa yakni Solomon Weda Wangge bercerita banyak tentang kehidupan sukunya.
Desa Wololele A berada sekitar 80 kilometer dari pusat Kota Ende, tepatnya di tengah Pulau Flores, NTT. Perkampungan ini berada di tengah-tengah perbukitan. Tak aneh, bila sumber kehidupan warga sepenuhnya bergantung pada huma dan hutan.
Suku lio di tempat ini memang termasuk kelompok masyarakat peladang. Tepatnya, peladang berpindah. Mereka menebangi pohon-pohon di bukit-bukit curam, lantas mengubahnya menjadi deretan huma. Mereka bercocok tanam, persis seperti yang dilakukan nenek moyangnya di masa lampau.
Beberapa di antara warga suku Lio di Desa Wololele A juga masih berburu hewan. Terutama buat memenuhi kebutuhannya sendiri. Misalnya, berburu musang atau tikus.
Komunitas suku Lio di Desa Wololele A juga masih memelihara keaslian konsep pemerintahan tradisionalnya. Desa ini adalah pusat seluruh kegiatan suku Lio yang tergabung dalam Tanah Persekutuan Lisa Tana Telu. Kepala adat tertinggi di tempat ini disebut Ria Bewa dan di tingkat yang lebih rendah, mereka memiliki mosalakibogahage,bogeria hingga bogelo`o sebagai penjaga-penjaga kegiatan adat.
Dahulu kala, suku Lio menyebut Du`a Nggai sebagai Tuhan yang patut disembah. Setelah raja Lio pertama, Pius Rasi Wangge, memperkenalkan agama Katolik mereka pun memiliki keyakinan baru. Walau demikian, mereka tetap memelihara kebiasaan-kebiasaan untuk mengagungkan roh leluhur seperti yang dilakoni oleh nenek moyang di masa silam.
Pengagungan suku Lio di Desa Wololele A terhadap leluhur terlihat jelas dari ritual-ritual yang digelar. Mereka senantiasa menyiapkan seekor daging babi sebagai menu utama untuk dihidangkan kepada roh leluhur dan warga sendiri.
Khusus untuk tamu yang tidak memakan daging babi, mereka menyiapkan seekor ayam atau kambing yang mesti dipotong sendiri. Ini bertujuan agar sang tamu tidak ragu-ragu terhadap kehalalan makanan yang dihidangkan.
Dan di sebuah lereng bukit, Maksimus Mete dan kawan-kawan sedang menyiapkan pusat upacara penanaman bibit padi untuk esok hari yang disebut kawini. Sementara di malam kedua, upacara patika atamata dilangsungkan sebagai permohonan restu atas upacara Tedo Pare Uma Nggua atau upacara menanam bibit padi yang akan dilakukan esok.
Pelaksana Ria Bewa, Solomon Weda Wangge, mengenakan pakaian kebesaran suku Lio atau lambu gebi ditemani oleh mosalaki dan pemuka adat lainnya. Di depannya, beras merah dan daging babi telah terhidang untuk disantap bersama-sama. Suku Lio memang dikenal sangat menjunjung tinggi makna kebersamaan, namun adat istiadat tetap dijaga.
Misalkan soal aturan makan bersama. Kaum perempuan diperbolehkan makan setelah para pria selesai bersantap bersama pelaksana Ria Bewa. Setelah atabisa menyampaikan bosawaga atau mantra persembahan untuk roh Wangge Mbete, ia juga melakukan ritual serupa untuk nitupai atau roh halus yang dipercaya menjaga warga Wololele A.
Ritual menghidangkan beras merah dan daging babi juga diadakan di depan Sao Ria. Tepat di sebuah tonggak yang disebut Tana Watu yang dipercaya sebagai tempat bersemayamnya roh penjaga bumi. Selanjutnya, atabisa atau dukun ini pun mendatangi makam leluhur lainnya. Yakni, bapak, kakek, dan buyut dari Ria Bewa sendiri.
Akhirnya puncak acara Tedo Pare Uma Nggua atau upacara penanaman bibit padi pun tiba. Seluruh warga lelaki atau perempuan mengenakan pakaian adat untuk mengikuti upacara tahunan ini. Di dalam rumah adat, pelaksana Ria Bewa juga menunaikan persiapan upacara. Selain memohon restu kepada leluhur Wangge Mbete, mereka menyiapkan bibit padi laka gete dan kea teke mite yang dicampur dengan perhiasan emas atau ngawu gewu wini.
Dari dua bibit inilah mereka berharap bisa memperoleh hasil panen melimpah untuk bahan makanannya selama setahun. Tentunya tanpa adanya hama atau gangguan alam. Lantas, pelaksana Ria Bewa dan seluruh penduduk Desa Wololele A bersama-sama menuju lereng bukit.
Berdasarkan kepercayaan suku Lio, upacara Tedo Pare Uma Nggua digelar buat mengingat pengorbanan Bobi Nombi yang mengikhlaskan nyawanya untuk anak-anaknya. Pengorbanan ini dilakukan karena diyakini dalam tubuh Bobi Nombi terkandung berbagai bibit pangan.
Tak hanya itu. Upacara ini dilakukan sebagai konsep menjaga keseimbangan antara manusia dan Tuhan, serta antara warga suku Lio dan leluhurnya. Termasuk antara warga Desa Wololele A dan alam itu sendiri.
Nasi merah, sirih pinang, mokke, dan seekor babi adalah sajian utama untuk persembahan kepada Bobi Nombi dan roh leluhur. Kemudian, meanosi atau pemimpin upacara menutup ritual mantra persembahan untuk Bobi Nomi dan leluhur, pelaksana Ria Bewa mengajak seluruh warganya untuk bersantap bersama. Ikatan kebersamaan dan kerukunan begitu terasa di tempat ini.
Ketika seorang mosalaki menyenandungkan Nangi Ndale, warga pun satu per satu menuruni bukit dan mulai menanam. Nangi Ndale adalah nyanyian berupa ratapan atas kematian Bobi Nambi yang diyakini sebagai Dewi Sri-nya warga suku Lio.
Upacara Tedo Pare Uma Nggua bukan hanya mengajarkan warga suku Lio tentang konsep keseimbangan antara manusia dan Yang Maha Pencipta. Juga antara manusia dan leluhurnya atau antara manusia dan alam. Namun, melalui upacara atau ritual adat, mereka memperlihatkan keharmonisan hubungan antar manusia itu sendiri.
Dengan konsep kepemimpinan yang terpusat pada seorang Ria Bewa, mereka dididik untuk hidup rukun dan menjunjung makna kebersamaan. Tanpa berpikir soal materi atau keinginan duniawi yang berlebih. Dan mereka ternyata menikmati makna kerukunan dan kebersamaan itu.(ANS/Tim Potret SCTV)